Yogyakarta, Faperta UGM(14/4)- Webinar Kebijakan Pembangunan Pertanian Seri 1 yang digelar dalam rangkaian Lustrum XV Faperta UGM. Acara yang mengangkat tema Problematika dan Kebijakan Impor Beras (Respons atas Kontroversi Kebijakan Impor Beras) menghadirkan Ir. Y.N. Hari Hardono (Ketua Umum KAGAMA Pertanian), Dr. Jamhari, S.P., M.P. (Dekan Faperta UGM), Prof. Ir. Y. Andi Trisyono, M.Sc., Ph.D. (Guru Besar Faperta UGM), dan Ir. Sutarto Alimoeso, M.M. (Ketua Umum PERPADI) dan Direktur Umum BULOG periode 2009-2014).
PAKTA (Pusat Kajian Kebijakan Pertanian) yang telah dibentuk empat tahun silam, saat ini kembali menggeliat. Ir. Y.N. Hari Hardono mengapresiasi kembalinya PAKTA UGM sebagai sumber informasi kajian pertanian dengan data yang benar dan cukup. Webinar PAKTA secara resmi dibuka oleh Dekan Faperta UGM Dr. Jamhari, S.P., M.P.
Potensi dan Problematika Impor Beras disampaikan oleh Prof. Ir. Y. Andi Trisyono, M.Sc.,Ph.D. Produktivitas padi di Indonesia selama 10 tahun terakhir mengalami kondisi stagnan pada 5 ton/ha. Hal ini sejalan dengan data luas panen sekitar 235 juta ha. Pada dua tahun terakhir, jumlah penduduk mengalami penurunan dan produksi yang menurun sejak tahun 2017. Apabila produksi tidak dapat memenuhi kebutuhan penduduk, makan produktivitasnya akan menurun. Konsumsi beras di tingkat internasional juga mengalami peningkatan akibat beberapa negara bergeser menjadikan beras sebagai sumber kalori. Pendekatan dengan cara ekstensifikasi, diversifikasi pangan, dan intensifikasi.
Beberapa konsep yang saat ini diterapkan antara lain Sustainable Agriculture,Smart-Eco Bioproduction, dan Regenerative Agriculture terdapat hal yang mendasar yang sama yaitu berdasarkan pendekatan ekosistem dan sesuatu yang bersifat biotik dan abiotik. Pemanfaatan refugia sebagai habitat parasitoid untuk mengendalikan wereng batang cokelat. Menurut beliau, dengan adanya optimalisasi peran ekosistem dalam pengelolaan hama tanaman di Indonesia.
Sejalan dengan penyampaian oleh Prof. Andi, Dr. Jamhari menyampaikan “Status dan Kebijakan Pangan Nasional”. Jumlah petani akan turun pada sekitar tahun 2025-2030. Namun, sektor pertanian tidak akan tergantikan untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional. Sistem pangan nasional yang telah diatur dalam UU 18/2012 tentang pangan. Kasus stunting di Indonesia mencapai 20%. Hal ini akan mempengaruhi kualitas SDM di Indonesia. Selain itu, harga pangan pokok yang cenderung naik menyebabkan rendahnya daya beli masyarakat. Tingkat ketahanan pangan rumah tangga yang bebas dari masalah pangan saat ini hanya 37%. Sedangkan sisanya termasuk dalam kategori rentan-rawan. Kualitas pangan yang berimbang, hingga saat inihanya 35%. Permasalahan pembangunan ketahanan pangan di Indonesia yaitu diversifikasi pangan belum sejalan dengan keberagaman pangan yang dikonsumsi oleh masyarakat.
Pentingnya kerjasama antara Faperta UGM dan para stakeholder untuk mempercepat transfer teknologi kepada masyarakat. Fenomena di tingkat global, persediaan pangan banyak digunakan untuk kepentingan domestik. Hal ini perlu dijadikan pertimbangan pemerintah untuk menjaga ketahanan pangan dalam negeri dibandingkan mengandalkan produksi luar.
Kontroversi impor beras dan alternatif kebijakan yang disampaikan oleh Ir. Sutarto Alimoeso, M.M. menyampaikan bahwa produktivitas yang rendah dan produksi yang fluktuasi menyebabkan terjadinya impor pangan, khususnya impor beras. Harga beras yang dinilai “tinggi” akibat irigasi, perdagangan dan logistik pangan yang belum merata, serta teknologi yang belum diterapkan secara merata, terhambatnya pembangunan kelembagaan, serta permasalahan sekunder lainnya.
Beras merupakan sumber kehidupan bagi jutaan petani dan ratusan ribu penggilingan padi serta jutaan pelaku bisnis padi/gabah/beras. Kenaikan harga beras akan mengganggu ketahanan pangan rumah tangga karena 24% kebutuhan kalori berasal dari beras. Perlu terobosan untuk stabilisasi beras dalam negeri. Sebaran produksi padi di Indonesia berada di Jawa (>50%) dengan petani lahan sempit yang memiliki permasalahan utama yaitu modal dan pasar. Hal ini menyebabkan petani cenderung melakukan hanya menjadikan pekerjaan sambilan. Sistem logistik pangan sebagai salah satu penentu stabilisasi pangan itu sendiri.
Penyelenggaraan pangan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia yang memberikan manfaat. Tujuan penyelenggeraan pangan secara garis besar antara lain meningkatkan kemampuan produksi pangan sendiri, pangan dengan mutu dan gizi yang sesuai dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pemerintah daerah juga harus berperan dalam mengelola stabilisasi pasokan dan harga pangan pokok, mengelola cadangan pangan pokok, dan distribusi pangan pokok untuk mewujudkan kecukupan pangan pokok yang aman dan bergizi bagi masyarakat.
Menurut Ir. Sutarto Alimoeso, M.M., tantangan terberat yaitu perlindungan petani pangan pokok beras dalam negeri (pendapatan rendah) dan pelaku bisnis khususnya UMKM penggilingan padi. Peluang terbesar yaitu kebutuhan dapat disediakan oleh dalam negeri, produk eksotik untuk diekspor.
Usulan prioritas kebijakan prioritas kebijakan program antara lain peninjauan HPP dan HET beras, peningkatan produksi padi melalui peningkatan produktivitas dan perluasan tanaman, penanganan pascapanen melalui revitalisasi penggilingan padi kecil, pemotongan mata rantai pasok beras, implementasi korposasi petani untuk peningkatan produksi dan pemasaran hasil, serta pengembangan sistem logistik nasional dengan lebih memerankan BULOG. Perlu korporasi petani sebagai manajemen bisnis pangan dengan melakukan kerjasama dengan pelaku bisnis sebelumnya. Saat ini yang diperlukan adalah pengadaan oleh pemerintah agar tetap terjaga. Mir