Yogyakarta, Faperta UGM (28/7)- Ikan yang kaya nutrisi berkualitas tinggi merupakan sumber protein penting bagi masyarakat dunia. Sektor perikanan berkontribusi secara nyata dalam ketahanan pangan global, karena secara langsung menjadi sumber protein hewani, dan secara tidak langsung membuka lapangan pekerjaan. Jumlah masyarakat nelayan dan pembudidaya ikan dunia mencapai 58,272 juta orang, yang mana 84,16% tinggal di Asia.
Pandemi COVID-19 berdampak pada sektor perikanan global, sebagaimana dilaporkan oleh FAO dalam sidang ke-34 Committee on Fisheries (COFI). Pasokan ikan, konsumsi, dan pendapatan perdagangan telah menurun karena gangguan yang meluas di sektor produksi perikanan, rantai pasok, dan belanja konsumen. Namun, FAO lebih lanjut melaporkan melalui dokumen berjudul “Pengaruh COVID-19 pada Perikanan dan Akuakultur di Asia” menunjukkan bahwa dampak pandemi ini merupakan katalis bagi sektor perikanan untuk lebih inovatif, bertanggung jawab secara sosial, dan lingkungan. Strategi mengurangi dampak pandemi pada sektor penangkapan dan budidaya perikanan perlu dikembangkan melalui program yang terintegrasi.
Inovasi ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang perikanan menjadi kunci utama untuk meningkatkan dan menjamin efisiensi serta keberlanjutan produksi dan pemanfaatan sumber daya. Kegiatan penelitian dan pengembangan harus dilakukan secara sinergis untuk penerapan teknologi yang membawa manfaat bagi masyarakat. Oleh karena itu, Departemen Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada menyelenggarakan simposium internasional untuk menyediakan akses, pertukaran data penelitian, dan pengalaman perikanan untuk mendukung transfer pengetahuan dan teknologi dalam rangka memperkuat sektor perikanan dunia.
International Symposium on Marine and Fisheries Research (ISMFR) dilaksanakan setiap dua tahun oleh Departemen Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada sejak pertama dirintis pada tahun 2015. Simposium ini dilaksanakan sebagai ajang diskusi bersama para akademisi, peneliti, praktisi dari pihak pemerintah maupun swasta pada sektor perikanan dengan berbagai topik terkait, serta sebagai wahana jejaring tingkat global untuk memajukan ilmu, teknologi, dan industri perikanan. Simposium tahun ini merupakan yang keempat dengan tema ”Promoting Sustainable Fisheries through Technology and Research Innovation for Healthy Community”. Dalam simposium ini, diharapkan ada diskusi produktif tentang riset strategis untuk mempercepat pertumbuhan sektor perikanan sebagai penyedia pangan sehat yang berguna bagi masyakarat dalam mempertahankan imunitas dan kesehatannya untuk menghadapi kondisi krisis kesehatan global.
Simposium terdiri dari sesi pleno dan presentasi paralel. Sesi pleno menghadirkan tiga keynote speakers, yaitu Prof. Rashid Sumaila dari University of British Columbia, Canada yang memaparkan materi tentang ” Identifying and removing barrier to financing a sustainable ocean economic, Prof. Erlinda R. Cruz Lacierda dari University of the Philippines Visayas yang memaparkan topik tentang ”Sea Lice in Southeast Asian Aquaculture”, dan Prof. Soottawat Benjakul dari Prince of Songkla University yang memaparkan materi tentang ”Hydrolyzed Collagen from Fish Skin: Process Development and Nutraceutical Properties”.
Pada sesi presentasi oral, menghadirkan 12 invited speakers dari delapan negara, yaitu Dr. Djumanto (UGM, Indonesia), Dr Murwantoko (UGM, Indonesia), Dr. Nurfitri Ekantari (UGM, Indonesia), Dr. Hamdan Syakuri (Universitas Jenderal Soedirman, Indonesia), Dr. Yudha Trinoegraha Adiputra (Universitas Lampung, Indonesia), Prof. Mark Costello (Nord University, Norway), Prof. Indrawati Oey (University of Otago, New Zealand), Dr. Lotta Kuuliala (Ghent University, Belgium), Dr. Norshida Ismail (University Sultan Zainal Abidin, Malaysia), Dr. Connie Fay Komilus (Universiti Sultan Zainal Abidin, Malaysia), Dr. Alice Jones ((The University of Adelaide, Australia), Dr. Siriport Tola (Chiang Mai University, Thailand), dan Dr. Kenichi Matsuda (Hokkaido University, Japan).
Total sebanyak 152 makalah ilmiah dipresentasikan dalam the 4th ISMFR oleh para pemakalah dari Indonesia, Belgia, Malaysia, Thailand, dan Filipina. Presentasi dilaksanakan secara berkelompok sesuai dengan topik, meliputi fish disease, nutrition and feed, aquaculture engineering, fisheries biology, fisheries sosial economis, fisheries management, aquatic ecotoxicology, oceanography, marine natural product, seafood processing, seafood safety, seafood processing dan bioactive compund.
Prof. Rashid menyampaikan bahwa hambatan pembiayaan untuk ekonomi kelautan berkelanjutan (sustainable ocean economic, SOE) dapat diatasi dengan koordinasi berbagai sektor, yang mencakup pemerintah dan sektor privat, menciptakan lingkungan yang mendukung, memperbaiki distorsi pasar, alokasi lebih banyak GDP pada hal yang mendukung perwuujudan SOE, dan menyiapkan dasar, metrik, dan panduan yang jelas bagi investor, seperti contohnya dokumen European Commission Sustainable Blue Economy Finance Principles.
Prof. Erlinda memaparkan adanya berbagai macam spesies kutu air (sea lice) yang ditemukan di Asia Tenggara dan dunia yang telah dan terus dilaporkan hingga saat ini. Jenis-jenis kutu air tersebut memiliki spesifitas host yang rendah sehingga dapat menginfeksi berbagai jenis ikan, terutama ikan laut. Keberadaan kutu air tersebut dapat diatasi dengan pendekatan pengendalian terintegrasi pada budidaya ikan laut. Identification of the parasite should involves morphological examination and molecular identification.
Prof Soottawat menyebutkan bahwa Zero waste system menjadi prioritas industri pengolahan saat ini. Kepala, tulang, isi perut, sisik dan kulit sering emnjadi produk samping yang sebenarnya dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan produk yang bernilai tambah. Kulit ikan kaya akan protein kolagen yang memiliki berbagai manfaat baik dalam industri pangan maupun industri farmaseutikal. Namun demikian, kolagen memiliki kekurangan yaitu kelarutannya yang rendah. Prof. Soottawat memaparkan bahwa hidrolisis protein mejadi potongan-potongan pendek polipeptida merupakan salah satu cara agar kolagen dapat memiliki kelarutan lebih baik dan bahkan menambah sifat fungsionalnya. Penggunaan berbagai protease dilaporkan dapat menghasilkan hidrolisat kolagen yang memiliki nilai tambah dibidang kesehatan dan farmasi.
Penulis: Indah Istiqomah, Ph.D.