MENGURAI CARUT MARUT MASALAH BERAS INDONESIA
Dalam rangkaian kegiatan Dies Fakultas Pertanian UGM ke-72, pada hari Minggu 23 September 2018, diselenggarakan Temu Alumni Fakultas Pertanian UGM (Kagama Pertanian) yang bertempat di Auditorium Prof.Dr Harjono Danoesastro. Pada acara yang dihadiri ratusan alumni berbagai angkatan tersebut, para alumni Fakultas Pertanian UGM yang ahli di bidang perberasan mengadakan Diskusi tentang carut marut beras Indonesia akhir-akhir ini. Alumni tersebut antara lain Mantan Kabulog dan Dirjen Tanaman Pangan dan sekarang sebagai Ketua Umum Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi )Ir. Sutarto Alimoeso, Guru Besar Fakultas Pertanian IPB Prof.Dr. Dwi Andreas Santosa, Dekan Fakultas Pertanian UGM Dr Jamhari Hadipranoto, Guru Besar Fakultas Pertanian UGM Prof.Dr.Ir. Dwidjono Hadidarwanto, Prof.Dr.Ir. Didik Indradewa dan Prof.Dr.Ir. Masyhuri, Guru Besar Fakultas Pertanian UNS Prof.Dr.Ir Suntoro, Dekan Fakultas Pertanian UNS Prof.Dr.Ir. Bambang Pujiasmanto, Ir. Agus Saefullah (pensiunan Bulog), Ir. Arif Budiman, Ketua PP Kagama Pertanian Ir. Y. Hari Hardono, Wakil Dekan Fakutas Pertanian UGM/Wakil Ketua Kagama Pertanian Dr.Ir. Sri Nuryani HidayahUtami dan Sekjen Prof.Dr.Ir. Achmadi Priyatmojo, dan mengeluarkan pernyataan/rekomendasi sbb :
Ada masalah dalam kebijakan yang perlu diperbaiki yaitu tidak lagi terintegrasinya antara kebijakan di hulu (pengadaan utk mnjaga HPP), tengah (menjaga stok yg cukup aman) dan hilir (penyaluran utk masyarakat miskin dan stabilitas harga konsumen).
Dengan semakin kurangnya penyaluran rastra (bansos rastra natura) dan naiknya bansos tunai (e-money) maka jaminan penyaluran bagi beras hasil pengadaan HPP dan stok yg dikelola Bulog unutk ketahanan pangan dan stabilitas harga konsumen menjadi semakin berkurang. Ini melemahkan efektivitas intervensi pengamanan harga produsen di hulu dan konsumen di hilir. Saat ini pembelian dengan HPP di hulu terus didorong tetapi di hilir penyaluran tidak terjamin. Akibatnya terjadi stagnasi di tengah dengan stok yg semakin meningkat. Beban biaya stok dan potensi penurunan kualitas meningkat bila penyaluran tidak dapat diperbesar.
Sebagai catatan, penyaluran rastra menurun tajam dari sekitar 2.8 jton pada th 2016 menjadi sekitar 2.5 jton di 2017 dan hanya sekitar 1 jton pada 2018 dan menjadi relatif hilang (sangat kecil sekali di daerah terpencil) pada 2018 menyebabkan integrasi kebijakan semakin melemah dan berdampak pada menurunnya efektivitas pada upaya menjaga harga konsumen, penyediaan stok dan pengamanan harga produsen
Jika tidak ada perubahan kebijakan maka masalah beras ini berpotensi berulang terus.
Solusi yg dapat dilakukan adalah:
- Mengintegrasikan kembali kebijakan di hulu, tengah dan hilir dengan cara menyediakan anggaran baru yang cukup bagi penyaluran beras hasil pengadaan hpp dan stok yg dikelola Bulog. Jika anggaran baru sulit maka perlu dikembalikan anggaran rastra (subsidi pangan) yg sekarang sudah berubah menjadi bansos, tapi ini juga sulit. Hal yg lebih mudah adalah mengintegrasikan bansos dengan program ketahanan pangan (pengamanan hpp dan stok) yaitu dengan kewajiban penyaluran bansos dalam bentuk natura (beras). Utk ini perlu ada regulasi baru atau perubahan regulasi dalam penyaluran bansos tunai (revisi perpres 63/2017)
- Pentingnya satu data yg akurat.
- Ada 3 acuan utama pemerintah dan Bulog mengimpor beras yaitu produksi beras nasional, harga dan stok. Stok ini selalu harus dihitung untuk kebutuhan 1 tahun plus 2-3 bulan ke depan. Bulog bersama pemerintah harus cermat menghitung stok dan produksi beras. Misalnya untuk tahun ini, stok beras dihitung sampai dengan Maret 2019. Pasalnya, musim panen padi di Indonesia terbagi menjadi 2 periode yaitu Maret-April dan Juli-Agustus. Jadi berapa kelebihan surplus Maret sampai Agustus. Kelebihan itu harus menutup (kebutuhan) September-Februari tahun depan (panen relatif sedikit).
- Perlu adanya evaluasi import beras pada setiap saat, dengan melihat posisi kesediaan beras di bulog. Poko-k pokok indikator dalam vevaluasi: Evaluasi denga memperhatikan harga pasar, kesediaan beras di masyarakat dan Bulog, dan pengadaan Bulog lancar atau tidak.
- Mengingat selalu berulangnya masalah koordinasi antar lembaga perberasan maupun kebijakannya maka perlu segera dibentuk Lembaga Pangan Nasional … yg sudah di amanatkan di UU no 18/2012.
- Antar lembaga Pemerintah harus kompak dan satu kata dan menghindari silang pendapat di muka umum.
- Kebijaksanaan yang diambil harus bermuara kepada kesejahteraan rakyat, terutama petani.
Yogyakarta, 24 September 2018
Dekan Fakultas Pertanian UGM
Dr Jamhari, SP, M.P