Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) atau Food and Mouth Disease (FMD) mulai mewabah di berbagai daerah di Indonesia sejak akhir April 2022. Penyakit ini menyerang hewan ternak, khususnya ruminansia berkuku genap misalnya, sapi, kambing, domba, kerbau. Penyakit ini tergolong penyakit non-zoonosis karena tidak menular dari hewan ke manusia. Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) dapat menyebar melalui berbagai cara, yaitu kontak langsung antara hewan yang sehat dengan hewan yang terjangkit. Dapat melalui droplet, leleran hidung, serpihan kulit, penyebaran melalui angin, penyebaran melalui pakan yang terkontaminasi virus, dan penyebaran melalui manusia.
Potensi kerugian ekonomi yang ditimbulkan oleh PMK ini tidak hanya pada peternak yang mengalami penurunan produktivitas hingga kehilangan hasil, akan tetapi kerugian secara nasional. Mengingat besarnya potensi kerugian ekonomi yang dapat ditimbulkan oleh merebaknya PMK ini, maka sangat perlu upaya edukasi kepada masyarakat tentang upaya pencegahan dan penanganannya. Bincang Desa kembali hadir dengan membahas seputar pencegahan dan penanganan penyakit mulut dan kuku (PMK) pada hewan ternak.
Desa Apps UGM kembali menghadirkan Bincang Desa seri ke-40 pada hari Sabtu, 21 Mei 2022. Bincang Desa kali ini mengusung tema: “Pencegahan Dan Penanganan Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada Hewan Ternak”. Bincang Desa #40 menghadirkan 2 orang narasumber, yaitu Prof. drh. R. Wasito, M.Sc., Ph.D., dosen Fakultas Kedokteran Hewan UGM dan drh. Harimurti Nuradji, Ph.D., Peneliti di Pusat Riset Veteriner dan dipandu oleh Faishal Ahmad Dzakwan selaku moderator webinar. Bincang Desa kali ini dihadiri oleh 374 peserta secara online melalui Zoom Meeting dan disiarkan secara langsung melalui Youtube AGRICIAChannel.
(Publikasi flyer Bincang Desa #40)
Penyakit PMK merupakan penyakit non-zoonosis karena tidak menular dari hewan ke manusia. Akan tetapi, penyakit yang disebabkan oleh virus dari kelompok Aphthovirus ini sangat cepat menyebar/menular dan dapat mengakibatkan kematian, terutama pada hewan ternak yang masih muda. Hal ini tentu saja menyebabkan potensi kerugian ekonomi para peternak dan mampu mengancam ketahanan pangan, khususnya pasokan daging dan susu nasional.
(Pembukaan oleh moderator)
Selain potensi kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh penyakit mulut dan kuku ini, tentu saja ada kerugian lain yang mengancam pada hewan ternak itu sendiri dalam waktu yang panjang, seprti sapi yang sembuh pun dapay mengalami infeksi persisten. “Sapi yang sudah sembuh bisa mengalami infeksi persisten, akibatnya sapi yang tampak sehat bisa menjadi carrier virus PMK sampai dengan 3-6 bulan bahkan lebih” terang Prof. drh. R. Wasito, M.Sc., Ph.D.
(Pemaparan materi oleh narasumber 1)
Prof. drh. R. Wasito, M.Sc., Ph.D. menjelaskan bahwa Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) merupakan penyakit akut yang cepat menular dan sangat infeksius yang dapat menyerang ruminansia. Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) dapat menyebar melalui berbagai cara, yaitu kontak langsung antara hewan yang sehat dengan hewan yang terjangkit (melalui droplet, leleran hidung, serpihan kulit), penyebaran melalui angin, penyebaran melalui pakan yang terkontaminasi virus, dan penyebaran melalui manusia. Masa inkubasi virus tersebut berkisar antara 2-14 hari sejak tertular hingga muncul gejala klinis. Beberapa gejala yang umum terjadi pada hewan yang terjangkit PMK adalah demam hingga 41°C, air liur berlebihan, nafsu makan berkurang, hewan lebih sering berbaring, dan luka pada kuku hingga kuku lepas..
(Pemaparan materi oleh narasumber 2)
drh. Harimurti Nuradji, Ph.D., Peneliti di Pusat Riset Veteriner menjelaskan bahwa PMK disebabkan oleh virus Foot Mouth Disease (FMDV) termasuk dalam famili Picornaviridae dan genus Aphtovirus, merupakan virus yang memiliki genom plus-strand-RNA dengan ukuran 25-30 nm. PMK pertama kali dilaporkan pada pada tahun 1887 di Jawa Timur, yang kemudian menyebar ke berbagai wilayah Indonesia. Pemberantasan PMK kemudian dilakukan secara masif dengan melakukan vaksinasi berkelanjutan dan penyakit ini berhasil dibebaskan kembali dan status bebas PMK, dinyatakan dalam Resolusi OIE no XI tahun 1990 (Ditkeswan 2014), penyakit PMK kemudian muncul kembali di tahun 2022 ini.
(Sesi tanya jawab)
Virus yang menyebabkan penyakit PMK ini, memiliki sifat mudah rusak pada suhu 50 ° C. Jadi jika daging dipanaskan pada suhu minimum 70° C selama setidaknya 30 menit akan dapat menonaktifkan virus.Virus ini juga mudah rusak pada pH <6.0 atau >9.0 dan inaktif dengan natrium hidroksida (2%), natrium karbonat (4%), asam sitrat (0,2%), asam asetat (2%), natrium hipoklorit (3%), kalium peroksimonosulfat/natrium klorida (1%), dan klorin dioksida.
Ada tiga prinsip dasar yang dapat dilakukan yaitu mencegah kontak antara hewan ternak dan virus PMK, menghentikan produksi virus PMK oleh hewan tertular, dan meningkatkan resistensi/kekebalan hewan ternak. Selain tiga prinsip dasar tersebut tentu dalam pengendalian penyakit ini dibutuhkan upaya dari segala pihak untuk saling bekerja sama. “Upaya pengendalian PMK tidak bisa dilakukan sendiri-sendiri, semua harus terlibat baik akademisi, masyarakat, peternak, petani, dll. untuk bekerja sama dalam mengendalikan PMK. Paling tidak kita bisa meminimalisir jumlah penyebaran penyakit PMK dan mengembalikan status Indonesia sebagai free-FMD Countries” ungkap drh. Harimurti Nuradji, Ph.D.