Berbagai daerah di Indonesia menunjukkan suatu permasalahan yang sama, yaitu banyaknya lahan kosong yang tidak dimanfaatkan karena masyarakat tidak memiliki cukup pengetahuan cara mengelolanya. Padahal, lahan-lahan kosong tersebut masih berpotensi untuk dikelola dengan baik dan bernilai ekonomi bagi masyarakat, salah satunya dengan dijadikan tempat budidaya ikan air tawar.
Sebagai hasil dari observasi pada daerah tempat tinggalnya masing-masing, beberapa mahasiswa program studi Magister Ilmu Perikanan, Fakultas Pertanian UGM berinisiasi untuk menciptakan sebuah platform ekosistem pembelajaran, khususnya di bidang budidaya ikan air tawar. Rancangan platform tersebut pun berhasil membawa pulang silver medal kategori agriculture dalam ajang Kaohsiung International Invention and Design EXPO (KIDE), 30 November – 2 Desember 2023 di Kaohsiung Exhibition Center, Taiwan.
Seperti yang disampaikan oleh Amar Noor Hidayat selaku ketua tim, platform yang dirancang berangkat dari permasalahan nyata yang mereka temui selama pengamatan di daerah asal masing-masing.
“Kebetulan kami sama-sama tergabung dalam organisasi Aksi Sosial Himpunan Mahasiswa Pascasarjana UGM, di mana kami punya desa binaan yang selalu kami datangi secara berkala untuk observasi. Ternyata ada masalah lahan kosong yang diabaikan, sama seperti masalah di daerah asal kami masing-masing, yaitu Purworejo, Kulon Progo, Magelang, dan Sleman,” ujar Amar saat dimintai keterangan melalui pesan singkat (6/12).
Amar bersama anggota tim lainnya, Naufal Abiyyu (Program Studi Magister Ilmu Perikanan), Shabrina Arysandi (Program Studi Magister Ilmu Perikanan), dan Sinta Novia (Program Studi Magister Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UGM), mengusung platform bernama Aqua Sage (Sustainable Aquaculture Digital Mate) yang dirancang untuk tidak hanya menjadi sebuah platform, tetapi juga sebuah ekosistem pembelajaran yang dilengkapi dengan berbagai fitur, seperti fitur tanya praktisi, forum antar-pembudidaya, materi tulisan dan video, dan kalkulator budidaya untuk memudahkan masyarakat/pembudidaya dalam melakukan perhitungan usahanya.
“Sebenarnya segala fitur ini kembali lagi berasal dari masalah yang kami temui. Contohnya, masyarakat merasa perhitungan usaha itu ribet dan susah, jadi mereka malas untuk melakukannya. Jadi, di Aqua Sage ini, kami sediakan kalkulator budidaya yang hanya perlu diisi angka-angkanya oleh para member, kemudian perhitungan akan keluar secara otomatis,” tambah Amar.
Amar dan tim melalui proses yang cukup panjang, dimulai dari penulisan dan pengumpulan abstrak beserta poster, presentasi, coaching, sampai akhirnya dinyatakan lolos dan terbang ke Taiwan. Segala proses tersebut dibersamai oleh dosen pembimbing dari Program Studi Akuakultur Departemen Perikanan Fakultas Pertanian UGM, Dr. Ir. Ignatius Hardaningsih, M.Si. Harapannya, prototype aplikasi Aqua Sage dapat diaplikasikan dalam cakupan yang luas untuk menjadi jembatan para masyarakat agar bisa memanfaatkan lahan kosong secara produktif. Pada akhirnya, ini akan bisa mengangkat taraf perekonomian masyarakat.
Penulis: Hanita Athasari Zain
Foto: Dokumentasi Amar dan tim