
Muhammad Habib Widyawan, S.P., M.Si., dosen Departemen Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada (Faperta UGM) berkesempatan membagikan pengalamannya selama melanjutkan studi di University of Georgia, Amerika Serikat. Ia menyoroti pentingnya proses mentoring yang efektif, kolaborasi lintas disiplin, dan perbedaan sistem pendidikan antara Indonesia dan Amerika.
Habib, sapaan dosen muda yang sedang melaksanakan tugas belajar tersebut menjelaskan keterlibatannya dalam Borlaug Scholar Award dari the National Association for Plant Breeder (NAPB) angkatan 2025, sebuah inisiatif yang mempertemukan mahasiswa dengan mentor dari industri pemuliaan tanaman. Program ini tidak hanya memberikan kesempatan untuk membangun jaringan profesional, tetapi juga menyediakan dana perjalanan bagi peserta terpilih guna menghadiri pertemuan tahunan dan berinteraksi langsung dengan para ahli di bidangnya.
“Jadi dari pihak industri dan universitas itu bikin semacam asosiasi yang namanya di National Association for Plant Breeding (NAPB). Semacam seeking talent, mereka (universitas) sudah mulai memetakan mahasiswa-mahasiswa yang ada di graduate school atau sekolah pascasarjana, terutama anak-anak yang belajar di pemuliaan tanaman” ujarnya.
Dalam pandangannya, proses rekrutmen yang ketat menjadi fondasi keberhasilan program mentoring. Ia menekankan pentingnya menyeleksi peserta sejak awal untuk menghindari ketidaksesuaian yang dapat menghambat proses pembelajaran. “Jadi mentor ini di luar pembimbing tesis atau disertasi. Mentornya ini hampir bisa dipastikan dari luar universitas mahasiswa. Contoh saya kan di University of Georgia nih, mentor saya itu profesor dari University of Arkansas. Jadi, mentornya itu dipasangkannya dengan minat si mahasiswa ini” jelasnya.
Habib turut menekankan bahwa praktik mentoring tidak selalu berlangsung secara formal. Dalam pengalamannya, ia dibimbing oleh Samuel B. Fernandes yang memiliki keahlian di bidang statistik dan manajemen laboratorium. Meskipun latar belakang keilmuan mereka berbeda, Habib berfokus pada pemuliaan tanaman, ia tetap memperoleh banyak wawasan terkait aktivitas laboratorium melalui kolaborasi tersebut. “Perkiraan saya, jarak usia kami tidak terlalu jauh, kita tuh malah ngobrol casual gitu. Jadi memang ngobrolin kayak bagaimana hari-hari pertama ketika menjadi profesor” tambahnya.
Dalam upaya memperluas jejaring akademik, Habib menyatakan niatnya untuk mengundang mentornya ke Fakultas Pertanian. Ia percaya bahwa interaksi langsung dalam acara akademik dapat memperkuat hubungan profesional dan membuka peluang kolaborasi riset yang lebih luas.
Mengulas perbedaan sistem pendidikan, Habib mencatat bahwa mahasiswa di Amerika umumnya lebih aktif terlibat sebagai asisten peneliti atau staf pengajar. Hal ini menuntut tingkat kemandirian yang lebih tinggi, terutama bagi mahasiswa tahun ketiga yang diharapkan mampu bekerja secara mandiri dalam proyek-proyek akademik.
Terkait pendidikan lanjutan, ia mengungkapkan adanya perubahan struktur program doktoral (S3) di mana mahasiswa dapat langsung melanjutkan dari jenjang sarjana (S1) tanpa melalui program magister (S2), dengan tetap mengikuti perkuliahan yang sama. Ia juga membagikan pengalamannya mengikuti kegiatan sosial seperti pesta Halloween dan ukiran labu, serta mengenal budaya lokal di kota Athena, Georgia, yang menurutnya memiliki vibes yang sama dengan Yogyakarta sebagai kota pelajar.
Sebagai penutup, Habib mendorong mahasiswa untuk tidak ragu melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi, bahkan tanpa beasiswa. “Saya heran. Kenapa Amerika tidak banyak tempat tempat favorit untuk tujuan sekolah, di sini itu tidak susah sekali, artinya tanpa beasiswa bisa kuliah, dengan skema kerja dengan profesornya, jadi pesannya kalau mau belajar, mau pergi ke sekolah, jangan takut” tutupnya.
Kegiatan yang dilakukan oleh M. Habib Widyawan, terutama dalam bidang mentoring, kolaborasi akademik internasional, dan pengembangan pendidikan tinggi, berkontribusi pada beberapa Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) berikut: SDG 4: Pendidikan Berkualitas, SDG 9: Industri, Inovasi, dan Infrastruktur, dan SDG 17: Kemitraan untuk Mencapai Tujuan.
Penulis: Beny Nabila Happy Fauziah
Editor: Desi Utami