Lahan pekarangan yang tampak biasa, kini menumbuhkan harapan baru dalam mendukung ketahanan ekonomi masyarakat. Kelompok Wanita Tani (KWT) di Kedung Aren, Kalurahan Tridadi, Kapanewon Sleman, Kabupaten Sleman DIY menjadi salah satu contoh nyata pemberdayaan ekonomi masyakarat desa melalui kolaborasi strategis antara akademisi, sektor swasta, dan komunitas petani. Budidaya papaya Callina membuka peluang para perempuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan inklusif di sektor pertanian.
Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada (Faperta UGM) hadir dengan memberikan kegiatan penyuluhan yang berlangsung pada Senin, 12 April 2025, digelar di Bangsal Pascapanen milik KWT Kedung Aren dan dihadiri oleh 36 anggota KWT. Penyuluhan ini menjadi bagian dari tindak lanjut program kemitraan antara Faperta UGM dengan PT Indomarco Prismatama dan Petani Milenial Sleman. Tujuannya adalah memberikan pendampingan teknis budidaya dan pemasaran hasil panen secara berkelanjutan.
Sri Suharti, selaku Koordinator Produksi KWT Kedung Aren, menyampaikan antusiasme para anggota KWT terhadap kerja sama ini. Suharti menyebutkan bahwa mayoritas lahan pekarangan milik anggota KWT sebelumnya belum dimanfaatkan secara optimal dan berharap agar lahan yang dimiliki dapat menghasilkan tambahan nilai ekonomi bagi keluarga.
Sementara itu, perwakilan Petani Milenial Sleman, Suryanto, menjelaskan bahwa saat ini telah terdata sekitar 4,4 hektar lahan yang dikelola dalam program budidaya pepaya Callina, dengan separuh lahan telah ditanami untuk musim pertama. “Kami dorong agar KWT juga mengoptimalkan lahan 5–10 m² miliknya untuk penanaman papaya Callina. Perawatan harus rutin dan mengikuti standar budidaya yang tepat agar buah tidak cacat,” tegasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Tim Pendampingan dari Fakultas Pertanian UGM, Dody Kastono, S.P., M.P., memaparkan pentingnya pemilihan jenis tanaman pepaya yang tepat. “Hanya pepaya hermaprodit yang menghasilkan buah lonjong sesuai standar pasar. Maka, penting bagi petani untuk rutin melakukan pengecekan agar tidak ada pepaya jenis lain yang tumbuh,” jelasnya. Ia juga memberikan panduan waktu panen, yakni saat buah berumur 7–8 bulan dan kulitnya mulai menunjukkan semburat oranye.
Anggota KWT, Parmi, menyampaikan bahwa lahan pekarangan warga umumnya datar. Menanggapi hal tersebut, Dody Kastono menyarankan pembuatan lubang tanam yang dalam dan penggunaan bumbunan atau gundukan tanah untuk mencegah tanaman roboh karena terpaan angin.
Pentingnya kualitas hasil panen juga menjadi sorotan dalam kegiatan ini. Suryanto menekankan bahwa hasil panen harus memenuhi standar kualitas agar dapat diserap oleh Indomaret sebagai mitra penyalur.
Pemberdayaan ini tidak sekadar soal pertanian, namun juga tentang peran aktif perempuan dalam pengambilan keputusan dan akses terhadap sumber daya. Melalui pelatihan dan pendampingan yang berkelanjutan, para wanita tani dibekali pengetahuan dan keterampilan yang mendukung produksi pertanian yang profesional.
Sebagai kelanjutan, Tim Pendampingan Faperta UGM akan melakukan monitoring lapangan untuk mengantisipasi kendala teknis yang mungkin dihadapi oleh anggota KWT. Harapannya, keberhasilan ini dapat menjadi model yang dapat direplikasi oleh KWT lainnya di wilayah Sleman maupun daerah lain.
Melalui kemitraan strategis antara Fakultas Pertanian, KWT, sektor swasta, dan kelompok petani milenial, inisiatif ini mendorong pemberdayaan perempuan tani sebagai aktor utama dalam transformasi pertanian rumah tangga. Program ini turut berkontribusi pada pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) Indonesia, yakni SDG 1: Tanpa Kemiskinan, SDG 2: Tanpa Kelaparan, SDG 5: Kesetaraan Gender, SDG 8: Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi, serta SDG 17: Kemitraan untuk Mencapai Tujuan.
Penulis: Hanif Falah Nasrulloh
Editor: Desi Utami
Dokumentasi: Andrianto Antasari